( BIMBINGAN KONSELING )
PERMASALAHAN YANG TERJADI PADA ANAK
OLEH :
NIKMATUL
KHOIRIAH
1313042056
PENDIDIKAN
BAHASA INGGRIS
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2014
A.
PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING SECARA PRIBADI DAN KELOMPOK
Pengertian Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi bisa dimaknai sebagai suatu bantuan dari
pembimbing kepada terbimbing (individu) agar dapat mencapai tujuan dan tugas
perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.
Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah Suatu kegiatan kelompok yang dilakukan
oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya
interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan
sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang
bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
Pengertian Konseling Pribadi
Konseling pribadi atau individual adalah merupakan salah satu
pemberian bantuan secara perorangan dan secara langsung. Dalam cara ini
pemberian bantuan dilakukan secara face to face relationship (hubungan muka ke
muka, atau hubungan empat mata) antara konselor dengan individu yang terjadi
ketika seorang konselor bertemu secara pribadi dengan klien untuk tujuan
konseling. Ini adalah interaksi antara konselor dan konseli dimana banyak yang
berfikir bahwa ini adalah esensi dari pekerjaan konselor.
Pengertian Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di
selenggarakan dalam suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta
terdapat hubungan konseling yang hangat, terbuka, permisif dan penuh
keakraban.hal ini merupakan upaya individu untuk membantu individu agar dapat
menjalani perkembangannya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan
perbaikan. Sebab, pada konseling kelompok juga ada pengungkapan dan pemahaman
masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan
masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
B.
CONTOH KASUS PADA ANAK
1.
KASUS ANAK YANG KECANDUAN VIDEO GAME
Andi adalah seorang siswa SMP kelas 2, sebenarnya ia anak yang
berprestasi di sekolahnya. Masalahnya hanya satu, anak berusia 12 tahun ini
tidak pernah bisa lepas dari permainan video game yang memang sudah menjadi
kegemarannya sejak masih kecil.
Belakangan, saking asyiknya memainkan video game, Andi mulai menarik diri dari pergaulan dan sering bolos sekolah. Orangtua yang merasa khawatir berusaha melarang, namun ketika video gamenya diambil, maka Andi mulai kehilangan kontrol lalu ngamuk-ngamuk.
Belakangan, saking asyiknya memainkan video game, Andi mulai menarik diri dari pergaulan dan sering bolos sekolah. Orangtua yang merasa khawatir berusaha melarang, namun ketika video gamenya diambil, maka Andi mulai kehilangan kontrol lalu ngamuk-ngamuk.
o Penyelesaian
Seperti yang kita ketahui bahwa anak – anak memang menyukai game
atau permainan. Pada zaman sekarang ini banyak kita temui anak – anak sudah
bisa mengoperasikan alat elektronik seperti komputer dan handphone. Karena kita
tahu bahwa salah satu tugas perkembangan anak smp adalah mengenal kemampuan,
bakat dan minat serta arah kecendrungan karir. Pada saat ini, anak smp sudah
belajar bagaimana cara mengoperasikan alat elektronik agar bisa mengembangkan
bakat dan kemampuannya. Pada anak tersebut, ia beranggapan bahwa itu hanyalah
sekedar hobi, tetapi hal ini semakin lama membuat anak tersebut kecanduan sehingga
ia lebih memilih untuk bermain game daripada bermain dengan teman sebayanya dan
mengganggu aktivitas belajarya sebagai seorang siswa. Untuk menyelesaikan
masalah ini anak tersebut harus di bimbing melalui bimbingan kelompok dengan cara
seperti :
1.
Sediakan
waktu dan kebersamaan dengan anak lebih banyak, menemani anak di rumah. Jika
Anda sangat sibuk, aturlah sedemikian rupa. Anggap saja anak anda sedang
“sakit” dan perlu ditemani.
2.
Berusaha
memahami kebutuhan anak, termasuk bahasa anak. Menyelami game-game yang
dimainkan supaya bisa menjadi pintu masuk anda bicara dengan anak.
3.
Adakan
pertemuan anggota keluarga di rumah, membuat aturan penggunaan komputer,
segenap anggota keluarga wajib mematuhinya. Banyak orangtua, baik dari pihak
ayah atau ibu melarang anak-anaknya menggunakan komputer, tapi mereka sendiri
justru asyik ber-online ria, kirim email, bahkan main mahyong online, seperti
anak kecil mencuri sayur yang baru matang di meja dan sebagainya. Karena itu,
anak-anak pun menganggap kalau aturan yang dibuat itu khusus ditujukan kepada
mereka, sehingga mereka pun berontak. Jika seluruh anggota keluarga mematuhi
aturan penggunaan komputer, maka anak-anak yang kecandua game juga tidak akan
berdaya karena terikat aturan yang disepakati bersama.
4.
Jika
membatasi anak-anak online tapi juga memaksanya belajar, hasilnya pasti buruk.
Sebaiknya atur beberapa kegiatan keluarga atau hobi lainnya yang dapat menarik
perhatian anak-anak untuk meninggalkan meja komputer sejenak, pasti akan
menghasilkan efek yang tak terbayangkan. Misalnya bermain bersama, main bola,
jalan santai, atau main kartu dan sebagianya, selain bermanfaat secara jasmani
dan rohani juga dapat meningkatkan interaksi antara sesama anggota keluarga,
dan efek terapi sebagai pengganti ini biasanya bermanfaat positif bagi segenap
anggota keluarga.
2.
KASUS ANAK YANG SULIT BERGAUL
Iqbal
adalah anak siswa kelas 2 SD, ia adalah murid yang selalu minder dengan teman –
temannya. Ia lebih suka duduk menyendiri pada saat anak yang lain bermain
dengan teman - temannya. Setelah di selidiki ternyata ia terbiasa sendiri saat
dirumah dan hanya ada pembantu, orang tuanya memang jarang dirumah karena sibuk
bekerja menyebabkan ia sulit untuk berteman dan lebih suka menyendiri.
o Penyelesaian
Dalam kasus ini ada sebab akibat yang ditimbukan oleh keadaan sekitar
anak tersebut. Hal itu disebabkan oleh kurangnya interaksi didalam keluarga
sehingga menyebabkan anak tidak terbiasa untuk berinteraksi dengan orang lain
seperti teman sebayanya. Anak menjadi seperti malu dan sulit untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya. Perasaan malu tersebut yang semakin lama
membuat anak tersebut menjadi sulit untuk mempunyai teman dan bergaul dengan
orang lain. Hal ini menggangu adanya tugas perkembangan anak yaitu Belajar
bergaul dengan teman sebaya dan Mengembangkan sikap yang positif terhadap
kelompok sosial. Untuk membantu anak tersebut mengatasi perasaan malunya,
ketika dirinya hendak berinteraksi sosial atau bergaul, maka hal-hal yang perlu
kita lakukan memberikan konseling secara kelompok dengan mengarahkan orang –
orang disekitarnya agar membantunya bersosialisasi dan membimbing orang tuanya
agar lebih memperhatikan anaknya dengan cara:
1.
Sering-sering
mengajak anak berinteraksi atau berbicara.
Di sela-sela waktu kita harus aktif mengajak anak bicara. Bicara
tentang apa saja. Meskipun anak tidak menjawab, teruslah berusaha. Bertanya
tentang kagiatan di rumah, tentang keluarga, makanan kesukaan dan sebagainya. Mungkin
awalnya cara ini tidak berhasil. Tapi kita harus melakukanya secara rutin. Jika
terlihat anak mulai mau tersenyum saat kita ajak bicara, maka itulah awal
keberhasilan kita. Artinya anak itu mulai nyaman. Berhentilah berbicara sebelum
anak bosan. Cobalah ajak bicara lagi di lain waktu mungkin dengan topik yang
berbeda pula.
2.
Berusaha
memahami kecemasan anak.
Kita harus mengetahui pemicu perasaan malu anak, apakah bersumber
dari rasa bersalah atau karena merasa kurang percaya diri atau merasa
kemampuannya yang kurang dan di bawah standar. Jika kita telah mengetahui
sumber pemicu perasaan malu anak, maka kita perlu memberi dukungan emosional
pada anak, agar dirinya memiliki keberanian untuk berinteraksi dan menepis
perasaan malu anak tersebut.
3.
Membantu
anak untu lebih mengenal dirinya.
Pujian adalah sumber kekuatan yang dapat membangkitkan rasa
percaya diri anak. Kita dapat menunjukkan atau menyebutkan sesuatu yang
dimiliki anak. Dengan menunjukkan kelebihan yang dimiliki anak dapat
membangkitkan kekuatan dan keberanian anak menjadi modal anak untuk tampil
lebih percaya diri. Anak yang menyadari dirinya mempunyai kekuatan atau
kelebihan, berarti dirinya siap untuk dapat bersosialisasi dan berkumunikasi
dengan orang lain.
4.
Mengajarkan
anak untuk mahir bertanya dan bersikap terbuka.
Kita pun perlu membimbing anak, bagaimana cara bertanya atau etika
bertanya yang baik, agar orang yang ditanya tidak tersinggung, jengkel atau
marah. Bagaimana cara bertanya dengan santun dan nada suara yang tidak
menyinggung perasaan orang yang ditanya.
5.
Untuk
besikap lebih adaptif dan agresif.
Untuk bersikap lebih agresif dan adaptif maksudnya adalah membantu
anak untuk memiliki keberanian dalam membangun serangkaian relasi pertemanan
dengan teman bermainnya. Kita dapat membimbing dan mendorong anak untuk selalu
aktif memulai pendekatan-pendekatan pada temannya dengan menepis perasaan tak
enaknya, sungkannya dan takutnya. Untuk itu, anak membutuhkan kemahiran
menyapa, menegur atau bertanya.
6.
Mau
berempati.
Kita dapat melatih anak untuk memiliki empati terhadap orang lain,
agar anak memiliki dasar perilaku sosial. Anak kita biasakan untuk mengenal,
memahami dan menanggapi perasaan, pikiran dan pengalaman orang lain, agar
terbentuk dalam diri anak perasaan sense belonging (Perasaan
Kebersamaan), sehingga anak mudah tersentuh dan peduli terhadap kebutuhan orang
lain.
7.
Membiasakan
anak berada ditengah – tengah teman sebayanya.
Untuk membiasakan anak senang bergaul atau berteman, maka anakpun
mutlak dibiasakan berada di tengah-tengah teman sebayanya, untuk bermain dan
sebagainya, seperti di play group atau di lingkungan sebaya seputar tempat
tinggalnya. Anak kita latih dan biasakan menghadapi bermacam-macam karakter
anak. Dengan sendirinya anak belajar berinteraksi, bermain dan beradaptasi
dengan bermacam-macam karakter anak.
8.
Mengembangkan
sikap toleransi anak dalam berteman.
Agar anak dapat bermain dengan asyik dengan teman-temannya, maka
anak kita arahkan tidak boleh memaksakan kehendaknya pada temannya. Anak harus
dapat memperhatikan dan mendengar keinginan-keinginan temannya. Begitu juga,
anak diarahkan, agar dapat menghargai pendapat temannya.
3.
KASUS ANAK YANG KURANG SOPAN TERHADAP ORANG LAIN
Ada sebuah permasalahan yang dialami oleh seorang ibu yang mempunyai
anak yang sulit diatur, ia suka membantah dan tidak peduli dengan lingkungan
sekitarnya. Berikut adalah deskripsi kasus yang ditullisnya,
“Anak saya berusia 7 th,
namun saya pusing dengan kata2nya pada saat dia marah pada temannya. Saya dan
ayahnya kaget luar biasa karena pada saat kami berlibur dengan keluarga besar
dan dia marah dengan sepupunya dia mengungkapkan dengan kata- kata yang kasar
dan tidak sopan. Kami sangat malu, dan sungguh itu pengalaman pertama kami
mendengarnya, selama ini tidak pernah. Saya mulai menyelidiki dari mana dia
mendapat kata2 tsb, ternyata dari teman2nya di sekolah dan salah satunya adalah
temannya yang selalu bermain ke rumah kami setiap pulang sekolah, bahkan bisa
sampai satu harian di rumah kami, kalau tidak kami suruh pulang anak tsb tidak
pernah mau pulang dan itu pun susah sekali.”
o Penyelesaian
Pada anak tersebut, masih bisa dikatakan bahwa tingkahnya masih
seperti anak normal lainnyaa. Tetapi, ia belum terlalu mengetahui hal – hal
yang baik yang harus dikatakan pada saat berkata dengan orang lain yang harus
lebih dihormati. Ia mengalami gangguan dalam menerapkan tugas perkembangan
yaitu mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial. Dalam hal ini,
ia harus lebih banyak dibimbing secara kelompok dengan cara memanfaatkan orang
terdekatnya agar mengajari bagaimana berperilaku yang kebih sopan kepada orang
lain dalam perkataan dan juga perbuatan. Hal ini juga bisa dibantu dengan cara
:
1.
Bimbing
anak mengucapkan “terima kasih” kepada orang-orang yang sudah memberinya
pertolongan atau sesuatu, misalnya hadiah. Kata “tolong” saat akan meminta
bantuan kepada orang lain. Kata “maaf” bila melakukan kesalahan, misalnya
memukul teman. Kata “permisi” bila akan melewati orang yang lebih tua
atau masuk ke kamar orang lain.
2.
Jika
ia tetap tidak mau mengucapkan, jangan permalukan anak di depan orang lain
meski niat Anda adalah mengingatkan dan memintanya mengucapkan “terima kasih”.
3.
Gunakan
cara yang halus untuk mengingatkan anak, misalnya dengan mengatakan,
“Sepertinya kamu lupa, ya, mengucapkan terima kasih
setelah Ayah berikan hadiah tadi”.
4.
Hindari
menolak keinginan anak hanya karena ia tak mengucapkan kata "tolong".