Minggu, 09 Januari 2011

3 alasan mengapa anak ga mau nurut

Judul: 3 Alasan mengapa anak gak mau nurut.
Sebenarnya artikel ini cocoknya buat para orang tua. Tapi sekedar share aja. Karena di artikel ini ada pelajaran yang bisa kita ambil juga, meski kita bukanlah orang tua. Simak ya kawan.

"Apa salah saya sehingga anak saya menjadi seperti ini? Mengapa dia begitu susah diatur dan gak mau nurut sama saya? Saya sudah beri dia pendidikan, sudah saya beri fasilitas tapi mengapa dia begitu?"
Pak Abdullah mengeluh atas anaknya yang tidak bisa diatur.

Apakah Ibu atau Bapak pernah megneluh seperti itu juga? Mungkin karena anaknya yang sering pergi malam? Sering maen? Gak bisa diatur dan Nakal?. Kebetulan tadi sore saya menonton sinetron Islam KTP. Dan Bang Ali menjelaskan tiga alasan mengapa itu bisa terjadi. Tiga alasan tersebut yaitu:

1.Apakah anda Ikhlas mengurusnya? Ketika anda mengucapakan bahwa anda sudah membiayainya, sudah memberi dia fasilitas, sudah memberi dia segalanya. Dan anda mengucapkan dengan itu sebagai sebuah keluhan, bisakah itu disebut ikhlas?

2. Apakah dia Ikhlas untuk belajar? Apa dia ikhlas dididik? kembali lagi dengan alsan no.1.

3. Apakah guru-gurunya ikhlas mengajar dia? Lihatlah alasan no.2.

Seorang anak akan menjadi ikhlas bila orang tuanya ikhlas. Ikhlas itu susah-susah gampang. Susah bila anda sendiri mengucapkan bahwa ikhlas itu susah dan tanpa sadar anda yang mensugestikan diri anda sendiri untuk tidak ikhlas. Gampang bila anda bisa ikhlas dalam menjalani segala sesuatunya. Belajar untuk tidak mengeluh dengan segala kesulitan, kekalahan dan kesusahan. Tetap bersyukur meski cobaan terus menimpa. Anak adalah titipan, yang namanya titipan harus dijaga dengan baik dan dirawat dengan baik hingga menghasilkan titipan yang bersih, baik dan bila kembali kepada pemiliknya dengan baik maka kitapun sebagai orang tua akan mendapatkan kebaikan pula. Semua berawal dari diri kita. Ingat bila kita ingin merubah orang lain maka rubah dahulu diri kita baru orang lainpun akan berubah dengan otomatis karena sikap kita. Begitupun dengan anak, orang tua merupakan peranan penting sebagai teladan anak.

Bercerminlah. Menunduk dan jangan terus menanggahkan kepala. Menganggap karena kita telah dewasa dan kita selalu benar. Tak perlu malu bila kita ingin berubah. Perbaikilah diri anda dari sekarang maka anak anda akan berubah pula.

Satu hal yang terpenting agar semua lancar adalah ridho dari Allah. Ridho Allah akan bisa kita dapatkan bila kita beribadah dengan ikhlas dan berdoa dengan sungguh-sungguh kepadaNya. Karena yang memberi anda anak adalah Dia dan yang mempunyai anak anda adalah Dia dan yang mempunyai anda juga Dia. Semua yang ada pada tubuh anda adalah kepunyaanNya. Maka sepantasnya kita meminta, mengadu dan menyerahkan segala sesuatunya hanyalah kepadaNya Sang Pemilik Jagad Raya. Allah saja bisa mengguncang bumi hingga timbul tsunami dan gunung merapi. Apalah artinya merubah seorang anak bagiNya. Mungkin bagaikan meniup debu di tangan. Kuncinya anda ikhlas maka Dia akan memberikan keikhlasan pada anak anda.


Siap untuk berubah?

Silahkan jawablah dengan hati anda sendiri. Saya percaya bahwa anda ingin yang terbaik bukan untuk anak anda?

Kamis, 06 Januari 2011

hadiah cinta

Judul: Hadiah Cinta
“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi.Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.”

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia.” kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya. “

Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah… bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.

“Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?”

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
Pada suatu hari ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Sampailah mereka pada suatu hari di desa Nasrudin. Orang-orang desa ini menyodorkan Nasrudin sebagai wakil orang-orang yang bijak di desa tersebut. Nasrudin dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa menonton mereka bicara.

Orang bijak pertama bertanya kepada Nasrudin, ”Di mana sebenarnya pusat bumi ini?”

Nasrudin menjawab, ”Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara.”
Bagaimana bisa saudara buktikan hal itu?” tanya orang bijak pertama tadi.
Kalau tidak percaya,” jawab Nasrudin, ”Ukur saja sendiri.”
Orang bijak yang pertama diam tak bisa menjawab.
Tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan. ”Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?”

Nasrudin menjawab, ”Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini.”

Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?”
Nasrudin menjawab, ”Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai itu, dan nanti saudara akan tahu kebenarannya.”
Itu sih bicara goblok-goblokan,” tanya orang bijak kedua, ”Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai.”
Nasrudin pun menjawab, ”Nah, kalau saya goblok, kenapa Anda juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?”

Mendengar jawaban itu, si bijak kedua itu pun tidak bisa melanjutkan.
Sekarang tampillah orang bijak ketiga yang katanya paling bijak di antara mereka. Ia agak terganggu oleh kecerdikan nasrudin dan dengan ketus bertanya, ”Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada pada ekor keledai itu.” ”Saya tahu jumlahnya,” jawab Nasrudin, ”Jumlah bulu yang ada pada ekor kelesai saya ini sama dengan jumlah rambut di janggut Saudara.”
Bagaimana Anda bisa membuktikan hal itu?” tanyanya lagi. ”Oh, kalau yang itu sih mudah. Begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut saudara. Nah, kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya keliru.”

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung seperti itu. Dan orang-orang desa yang mengelilingi mereka itu semakin yakin Nasrudin adalah yang terbijak di antara keempat orang tersebut.